Mengenal Presiden Iran Ahmadi Nejad
Mahmud Ahmadi Nejad lahir di kota Garmsar, sebelah timur Tehran 49 tahun yang lalu. Ayahnya adalah seorang tukang besi yang hidupnya pas-pasan. Baru berumur satu tahun, Ahmadi harus hijrah bersama keluarganya ke Kota Tehran dengan harapan kehidupan akan lebih baik.
Penghasilan ayahnya yang hanya seorang tukang besi mengharuskan dia untuk hidup sederhana bersama enam saudaranya. Meskipun hidup yang pas pasan, Ahmadi mempunyai prestasi yang tinggi di sekolahnya. Meskipun ayahnya bukanlah seorang ulama, namun ayah Ahmadi adalah seorang yang teguh beragama. Kepribadian inilah yang diwariskan anaknya. Maka jadilah Ahmadi tumbuh dengan menjadi pemuda yang mutadayyin (taat beragama).
Minat Ahmadi Nejad dalam dunia teknik mendorong dia untuk meneruskan kuliah di Institut Teknologi Amran Tehran pada tahun 1975. Jurusan Arsitektur menjadi pilihannya. Krisis sosial dan politik di Iran pada masanya menempa menjadi mahasiswa yang aktif terlibat dalam gerakan-gerakan sosial. Diapun menjadi salah satu presidium gerakan mahasiswa di kampusnya.
Kesadaran politik Ahmadi mulai berkembang setelah dia bergabung dengan gerakan mahasiswa pengikut garis Imam Khomaini yang menentang Syah Reza Pahlevi yang menjadikan Iran bonekanya Amerika di Teluk. Ahmadi ikut juga terlibat dalam gerakan mahasiwa yang mengepung dan menyandera para diplomat AS di Iran, karena dia sadar kedutaan Amerika di Iran dijadikan markas CIA di teluk.
Setelah Revolusi Islam Iran (1979) di bawah Imam Khomaini menang dan Republik Islam Iran telah berdiri, Ahmadi Nejad kembali ke kampus. Tidak lama setelah itu, ketika peran Iran-Irak pecah, Ahmadi Nejad harus meninggalkan dunia kampus kembali. Ahmadi tidak ketinggalan untuk ikut panggilan jihad Imam Khomaini, pemimpin yang ia kagumi. Dia berangkat ke medan perang di bagian Barat Iran.
Selain bergabung dengan kesatuan para Isinyur, dia juga sempat menjadi komandan front depan Propinsi Barat Iran. Cerita keberanian Ahadi Nejad semasa perang banyak menjadi buah bibir temen-temannya. Keinginannya untuk mati syahid adalah cita-cita tertingginya. Namun kenyataan berbicara sebaliknya, justru saat ini beban berat menjadi presiden Iran harus dipikulnya.
Setelah perang usai, Ahmadi kembali ke dunia kampus. Pada tahun 1991, Ia aktif menjadi anggota (haiat-e ilmi) tim penyusun kurikulum Institut Teknologi Amran Tehran sekaligus menjadi dosen di unversitas yang sama. Tidak banyak yang menonjol dari Ahmadi kecuali dia salah satu dosen favorit mahasiswa, kuliahnya selalu dipenuhi mahasiswa. Selain itu, pada saat yang sama, dia juga menjadi staff Ahli kebudayaan dari kementrian pendidikan Tinggi Iran untuk propinsi Ardabil.
Pada tahun 1995 Ahmadi Nejad dipercaya sebagai gubernur Ardabil, sebuah Propinsi di Iran Utara. Karir cemerlang sebagai gubernur membuat Ahmadi terpilih sebagai gubernur teladan Iran selama tiga tahun berturut-turut. Diantara keberhasilannya, pemerintahnya mampu merekonstruksi 7.500 unit rumah penduduk yang hancur dalam gempa Ardabil dalam tempo tujuh bulan.
Setelah selasai menjabat gubernur, Ahmadi Nejad kembali kampusnya dan gelar Doktor dalam bidang transportasi dia raih dalam usianya yang ke-43. Selama aktif di kampus pun Ahmadi Nejad banyak diminta memberikan masukan dan konsultasi oleh gubernur dan walikota-walikota di Iran dalam perencanaan pembangunan kota terumatama yang berhubungan dengan urusan perencanaan transportasi.
Nasib menjadi birokrat tampaknya tidak bisa pisah dari Ahmadi. Dua Mei 2004, Dewan Kota Tehran periode kedua, memilih Ahmadi Nejad sebagai Walikota Tehran. Dalam waktu singkat, tidak kurang dari dua tahun, pekerja keras ini, melakukan gebrakan-gebrakan birokrasi yang langsung bisa dirasakan masyarakat. Waktunya banyak dihabiskan di kantor dan inspeksi lapangan. Mulai pukul 06.00 pagi sampai pukul 24.00 setiap hari Ahmadi bekerja keras untuk menyelesaikan problem kota Tehran yang semakin komplek. Dalam sejarahnya, ketika memimpin Tehran, dia hanya absen sekali karena sakit, itupun setengah hari.
Pada tanggal 3 Agustus nanti Ahmadi Nejad akan dilantik menjadi presiden yang ke-6 Republik Islam Iran setelah berhasil melewati pemilu putaran kedua 24 Juni lalu. Meskipun begitu dia masih malu untuk dipanggil presiden. "Saya bukanlah presiden, saya adalah pelayanan rakyat,"katanya. Penampilannya pun saat ini tidak jauh berbeda, dengan sepatu yang tidak mengkilat, dan jaket krem kesukaannya.
01 Juli 2009
Mengenal Presiden Iran Ahmadin Nejad
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar